Menjaga Identitas Nasional di Zaman Modern

oleh
Menjaga Identitas Nasional di Zaman Modern
Ilustrasi: Orang mengibarkan Bendera Merah Putih (Gen Muda)

Pumpunan – Identitas nasional adalah kepribadian atau jati diri yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, 2011: 66). Faktor yang menjadikan setiap bangsa memiliki identitas yang berbeda-beda mulai dari geografi, ekologi, demografi, sejarah, kebudayaan, dan watak masyarakat. Keadaan alam mempengaruhi watak masyarakatnya, contoh watak masyarakat wilayah daratan akan berbeda dengan negara kepulauan.

Selain sebagai pembeda dengan negara lain, identitas nasional juga diperlukan untuk menciptakan kesatuan dan keteraturan sosial. Bahkan dapat berkontribusi terhadap nasionalisme masyarakat Indonesia. Nasionalisme tidak bisa dibangun tanpa adanya pengetahuan dari warganya tentang identitas nasional.

Salah satu cara mengetahui identitas bangsa ialah dengan membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan mencari sisi-sisi umum yang ada pada bangsa itu.

Baca Juga: Alasan Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan

A. Identitas Nasional Indonesia

Indonesia merupakan negara tropis yang hanya mengenal musim hujan dan panas serta memiliki pulau, suku, tradisi, dan bahasa terbanyak di dunia.

Bahkan sebagai negara agraris, Indonesia dikenal dengan keindahan alam pegunungan, keramahan, dan sopan santunnya. Sebagai negara maritim Indonesia dikenal dengan keindahan pulau dan alam lautnya. Masyarakat Indonesia juga dikenal dengan religius dan memiliki ikatan emosional yang kuat antar kelompok etnis sehingga mempunyai kecenderungan membuat perkumpulan.

Identitas nasional Indonesia dalam konteks bangsa atau masyarakat cenderung mengacu pada kebudayaan atau karakter khas, sedangkan identitas nasional dalam konteks bernegara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan. 

Sebagai masyarakat, identitas Bangsa Indonesia adalah religius, humanis, menyukai persatuan dan kekeluargaan, suka bermusyawarah, serta lebih mementingkan kepentingan bersama. Sedangkan dalam konteks bernegara, identitas nasional Indonesia tercermin pada bahasa nasional, bendera, lagu kebangsaan, lambang negara gambar Garuda Pancasila dan lain-lain. Kedua unsur identitas masyarakat dan berbangsa tersebut secara nyata terangkum dalam Pancasila.

Pancasila merupakan identitas nasional karena dalam penyusunannya digali oleh para pendiri bangsa berdasarkan nilai, karakter, dan harapan bangsa serta sejarah perjuangan merebut kemerdekaan.

Baca Juga: Historis, Sosiologis, dan Politik Pendidikan Pancasila

B. Jenis Identitas Nasional

Setidaknya ada dua jenis identitas yaitu primer dan sekunder (Tilaar, 2007; Winarno, 2013). Identitas primer atau identitas etnis yakni identitas yang mengawali terjadinya identitas sekunder sedangkan identitas sekunder adalah identitas yang dibentuk atau direkonstruksi berdasarkan hasil kesepakatan bersama.

1. Identitas Primer atau Etnis
Jati diri primer sudah melekat semenjak manusia dilahirkan. Bahkan Indonesia memiliki etnis atau suku bangsa lebih dari 700 suku yang tentunya memiliki bahasa dan budaya yang berbeda. Jauh sebelum memiliki identitas nasional warga bangsa Indonesia telah memiliki identitas primer yaitu identitas kesukubangsaan.

Karena penjajahan yang dialami oleh ratusan suku bangsa di Nusantara muncul kesadaran untuk bersatu melawan penjajah pada 1908 yang dikenal sebagai Kebangkitan Nasional. Selain itu adanya Sumpah Pemuda pada 1928. Pada Sumpah Pemuda tersebut ditegaskan bahwa “Bangsa Indonesia mengaku bertanah air yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

2. Identitas Sekunder atau Buatan
Jati diri bangsa bersifat buatan karena dibuat, dibentuk, dan disepakati oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder karena identitas nasional lahir jauh setelah identitas kesukubangsaan.

Tilaar, 2007; Ramlan Surbakti, 2010, Winarno, 2013 menyatakan bahwa proses pembentukan identitas nasional umumnya membutuhkan waktu, upaya keras, dan  perjuangan panjang di antara warga bangsa-negara yang bersangkutan. Bisa saja identitas nasional yang diusulkan suatu kelompok tidak disetujui oleh kelompok lain karena merasa tidak adanya keterwakilan dari pihaknya.

C. Identitas Sekunder Nasional dari Aspek Sosiologis dan Politik

1. Secara Sosiologis
Identitas nasional Indonesia telah terbentuk dalam proses interaksi, komunikasi, dan persinggungan budaya secara alamiah baik melalui perjalanan panjang menuju bangsa ini merdeka maupun melalui pembentukan intensif pasca kemerdekaan. Pasca kemerdekaan pemerintah dan masyarakat membuat kegiatan sehingga terjadi interaksi antar etnis, antar budaya, antar bahasa, antar golongan secara berkesinambungan yang akhirnya menyatu sehingga memperkokoh Indonesia.

2. Secara Politis
Winarno (2013) menyebutkan ada 10 identitas nasional yaitu pertama, Bahasa nasional atau bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia. Kedua, Bendera negara adalah Sang Merah Putih. Ketiga, Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya. Empat, Lambang negara adalah Garuda Pancasila. Lima, Semboyan negara adalah Bhinneka Tunggal Ika. Tujuh, Dasar falsafah negara adalah Pancasila. Delapan, Konstitusi (Hukum Dasar) Negara adalah UUD NRI 1945. Delapan, Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sembilan, Konsepsi Wawasan Nusantara. Dan sepuluh, Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional. Semua bentuk identitas nasional ini telah diatur dan tentu perlu disosialisasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Ada beberapa bentuk identitas nasional Indonesia yang dapat menjadi pembangun jati diri bangsa Indonesia. Bentuk-bentuk identitas nasional ini telah diatur dalam peraturan perundangan baik dalam UUD maupun dalam peraturan yang lebih khusus. Adapun identitas nasional tersebut yaitu bendera negara Sang Merah Putih, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa negara, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

D. Bentuk Identitas Nasional Indonesia

Ada empat bentuk identitas nasional yang diatur dalam peraturan perundangan khusus yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
1. Bendera negara Sang Merah Putih
Bendera warna merah putih  ditunjukkan pada peristiwa Sumpah Pemuda pada 1928 dan dikibarkan pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1945. Bandara pertama yang dikibarkan tersebut disebut dengan Sang Saka Merah putih yang kini disimpan di Monumen Nasional Jakarta.

Ketentuan tentang Bendera Negara diatur dalam UU No.24 Tahun 2009 mulai Pasal 4 sampai Pasal 24.

2. Bahasa Negara Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa Melayu yang pada masa penjajahan banyak digunakan oleh penduduk Nusantara lalu dijadikan bahasa persatuan berdasarkan Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928.

Ketentuan tentang Bahasa Negara diatur dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2009 mulai Pasal 25 sampai Pasal 45.

3. Lambang Negara Garuda Pancasila
Garuda merupakan burung khas Indonesia yang dijadikan lambang negara. Di dada lambang negara tersebut terdapat perisai yang terdiri dari lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila. Di tengah perisai tersebut terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan khatulistiwa.

Ketentuan tentang Lambang Negara diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 mulai Pasal 46 sampai Pasal 57.

4. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan pertama kali dinyanyikan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Lagu ini selanjutnya menjadi lagu kebangsaan yang diperdengarkan pada setiap upacara kenegaraan.

Ketentuan tentang Lagu kebangsaan Indonesia Raya diatur dalam UU No. 24 Tahun 2009 mulai Pasal 58 sampai Pasal 64.

E. Pengaruh Modernitas pada Identitas Nasional

Suryohadiprojo (1994) mengatakan modernitas (atau modern) adalah suatu pandangan yang dianut untuk menghadapi masa kini. Modern selalu dihadapi oleh setiap individu, masyarakat maupun suatu bangsa. Menurut Koentjaraningrat, modern adalah sebuah usaha untuk menyesuaikan kehidupan pada zaman dan dunia yang berbeda dengan zaman dahulu kala. Secara sederhana, modern ialah perubahan suatu zaman menjadi zaman baru yang tentunya berbeda dengan zaman sebelumnya.

Yang mempengaruhi modernisasi yaitu terjadinya sebuah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sehingga terjadinya perubahan nilai, norma, kebudayaan, hingga sebuah rasa nasionalisme dalam masyarakat.

Modern merupakan suatu keuntungan karena banyak sisi positif yang diperoleh khususnya di bidang komunikasi. Namun modernitas dikhawatirkan menjadi sebuah ancaman yang dikenalkan oleh dunia barat. Modernitas dapat melemahkan rasa nasionalisme, menghilangkan nilai, norma serta budaya yang selama ini menjadi identitas nasional Indonesia.

Kita tidak membahas tentang bentuk identitas nasional Indonesia secara politik karena telah ditetapkan melalui Undang-undang sehingga tidak akan hilang.  Meskipun bentuk identitas nasional tersebut bersifat buatan namun dia berasal dari jati diri bangsa primer sehingga harus terus dilindungi dari orang atau kelompok yang akan mengganggu keberadaanya. Kita juga harus mengamalkannya agar identitas bangsa terus ada dalam diri guna mempertahankan negara kita yang bernama Indonesia.

Hingga saat ini Indonesia masih dikenal sebagai negara yang banyak budaya dan pulau, kelezatan makanan, serta keindahan alam pegunungan dan lautnya. Namun karena pengaruh globalisasi dan teknologi informasi Indonesia bisa dikenal negatif oleh negara lain, terburuknya bangsa ini bisa terpecah.

Baca Juga: Bentuk-bentuk Negara di Dunia

F. Tantangan Identitas Nasional Indonesia di Zaman Modern

1. Teknologi Informasi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik RI jumlah penduduk Indonesia pada 2022 mencapai 275.773,8 jiwa. Mengutip Website Kominfo RI pengguna internet di Indonesia hingga saat ini telah mencapai 82 juta orang sehingga negara kita berada pada peringkat ke-8 dari 194 negara di dunia.

Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen atau dari 1.000 orang Indonesia cuma 1 orang yang rajin membaca. Padahal dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Lalu ada 60 juta penduduk Indonesia memiliki gawai atau smartphone sehingga menjadikan negara ini berada pada urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan alat komunikasi nirkabel tersebut. Pendudukan Indonesia bisa menatap layar gawai sekitar sembilan jam perhari.

Akibatnya orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia dalam hal kecerewetan. Padahal penduduk Indonesia sangat kurang membaca tapi bisa menuangkan pendapat tanpa membaca dan mempelajari masalah terlebih dahulu. Bahayanya Indonesia jadi sasaran empuk info provokasi, hoaks, dan fitnah yang dapat memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Budaya
Indonesia dikenal dunia sebagai negara dengan keramahan, sifat gotong royong, dan kebersihannya. Namun akhir-akhir ini hal tersebut menjadi permasalahan masyarakat bahkan pemerintah. Bahkan untuk mengatur masalah keramahan atau etika di internet pun pemerintah menerbitkan undang-undang ITE. Tujuannya untuk mengatur agar tidak ada perkataan kasar, bohong, dan berbau SARA. Meskipun saat ini di sejumlah daerah masih menggalakkan gotong royong namun tinggal bersifat materi sedangkan berupa fisik atau mengerahkan tenaga sudah jarang. Padahal gotong royong dapat memupuk silaturahmi dan emosional antar warga.  

3. Nasionalisme
Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa, serta sejumlah agama dan banyak kepercayaan yang menjadikannya identitas nasional primer. Namun saat ini toleransi menjadi masalah bangsa karena dapat memecah kesatuan dan persatuan bangsa. Penduduk Indonesia juga kurang mendapatkan pemahaman terkait dengan Pancasila yang menjadi pedoman untuk warga bangsa ini dalam bernegara. Selain itu penduduk Indonesia kurang mencintai produk dalam negeri dan masih banyak membeli produk luar negeri. Padahal banyak produk yang diproduksi di Indonesia dipasarkan di luar negeri yang terkadang dibeli kembali oleh warga kita sendiri dengan harga yang tinggi.

G. Menjaga Identitas Nasional Indonesia di Zaman Modern

Identitas nasional Indonesia harus terus kita jaga guna menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Menurut kami untuk menjaganya dapat dimulai dari mengatasi masalah teknologi informasi, budaya, dan nasionalisme.

Sebagai warga Indonesia yang memperoleh kemerdekaan dengan perjuangan dan pendidikan maka seharusnya kita lebih banyak membaca literasi yang ada guna menambah pengetahuan. Selain itu biasakan mempelajari permasalahan sebelum memberikan komentar baik di dunia maya maupun nyata.

Bahkan Indonesia juga dinobatkan sebagai negara dengan jumlah pengakses situs porno terbanyak di dunia pada 2008 dan 2009. Hal ini tentu diperlukan dilakukan pemblokiran secara menyeluruh terhadap situs porno serta mengawasi anak sejak kecil dalam pergaulan dan penggunaan gawai.

Saat ini pemerintah Indonesia sedang menggalakkan desa wisata yang menurut hemat kami dapat membantu memupuk perilaku ramah menerima tamu dan bertamu. Selain itu warga setempat bersama-sama akan membersihkan desa dan menjaga kebersihan di lingkungannya. Orang tua mengajarkan anak bagaimana berinternet dan berkomentar di media sosial dengan baik.

Kita juga harus memperbanyak pengetahuan tentang suku bangsa dan agama di Indonesia serta Pancasila. Tujuannya guna mengetahui bahwa bangsa ini terbentuk dari ratusan suku bangsa dan sejumlah agama serta kepercayaan yang menyatakan diri bersatu membentuk negara. Jika kita terpecah karena masalah intoleran maka akan merusak persatuan dan kesatuan NKRI. Orang tua juga harus memberikan edukasi dan literasi terkait bangsa dan Pancasila kepada anak sejak dini. 

Sebagai warga Indonesia kita juga harus mendukung peningkatan ekonomi nasional dengan membeli produk dalam negeri.

Pada era globalisasi sekarang kita memang dituntut mengusai bahasa Asing khususnya Inggris. Namun pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai bahasa persatuan dan lestarikan bahasa daerah.

Baca Juga:  Daftar lengkap artikel tentang kenegaraan

Referensi

Prof. Dr. Udin Sarifudin Winataputra, M.A dkk. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum: Pendidikan Kewarganegaraan. Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia: Jakarta.

2012. Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Binus, Viva, Kompasiana, Kominfo 1 dan 2, serta BPS.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.